Showing posts with label Kajian Ilmu. Show all posts
Showing posts with label Kajian Ilmu. Show all posts

Friday, November 2, 2018

Catatan Kecil Soal “KADERISASI” NU (PUBIAN)

Eko Tri Pranoto | Doc. Pribadi
MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Bicara soal kaderisasi tentu tidak akan pernah menemukan ujung. Tidak jarang mengundang perdebatan yang sangat serius. Sebab dalam kaderisasi itu sendiri mempunyai dinamika yang beragam. Nahdlatul ‘Ulama (NU) sebagai  sebagai Ormas terbesar mempunyai sekitar 60 Juta anggota yang tersebar di berbagai negara di dunia. Tentu dengan anggota  yang mencapai puluhan juta merupakan pekerjaan rumah tangga yang tidak mudah bagi NU. Bisa dilihat bahwa harini kaderisasi di NU bisa dikatakan banyak yang tidak berjalan.

Kaderisasi di NU diatur dan dilaksanakan oleh masing-masing Badan Otonom (BANOM). Sesuai dengan bidangnya masing-masing. Baik itu bidang agama, budaya, politik, dsb. Dan diatur oleh AD/ART atau Produk Hukum yang berlaku. Misal dalam GP Ansor dan Fatayat NU ada Pelatihan Kader Dasar (PKD), di Banser ada Pendidikan dan Pelatihan Dasar (DIKLATSAR). Aturan tersebut wajib di pahami oleh setiap kader kemudian dilaksanakan oleh pengurus sesuai dengan aturan yang berlaku.

Mengapa aturan kaderisasi wajib di pahami dan dilaksanakan? Sebab kaderisasi itu sendiri memiliki tujuan. Pertama, kaderisasi dilaksanakan sebagai keniscayaan dalam berorganisasi untuk menanamkan ilmu pengetahuan serta wawasan baik itu dalam ruang lingkup internal organisasi maupun ruang lingkup eksternal organisasi. Kedua, kaderisasi dilaksanakan untuk menciptakan rasa militansi, loyalitas dan royalitas yang tinggi dalam berorganisasi. Ketiga, menciptakan rasa kebersamaan. Satu angkatan dan satu jiwa serta satu barisan dan satu cita.

Saling menghargai dan menghormati sesama kader. Jika ke-tiga tujuan tersebut sudah dicapai dengan cara memahami dan melaksanakan kaderisasi dengan baik maka organisi juka akan berjalan dengan baik. Tidak “semrawut dan amburadul” seperti kebanyakan hari ini.

Kultur ASWAJA yang begitu kuat dan sudah melekat dalam praktik spiritual di masyarakat  Pubian merupakan potensi yang sangat luar biasa yang harus senantiasa dijaga dan di pertahankan. Sumber daya manusia yang begitu melimpah ruah  harus di berdayakan karena NU bukan hanya sebagai Jama’ah tetapi juga Jam’iyyah. Kesadaran bahwa NU merupakan Jam’iyyah harusnya direalisasikan dengan Banom-Banom NU yang ada di Pubian berjalan sesual dengan aturan yang berlaku.

Soal kaderisasi NU di Pubian, kata “semrawut dan amburadul”  pun tidak ketinggalan. Hal itu disebabkan proses kaderisasi tidak dijalankan sesuai dengan AD/ART atau Produk Hukum lainya yang berlaku. Proses re-generasi dan proses re-organisasi bisa dikatakan cacat. Sebab banyak yang hari ini menjadi pengurus bahkan pimpinan organisasi tetapi belum pernah mengikuti proses kaderisasi. Disorientasi  pun hari ini terjadi di setiap Banom-Banom NU yang ada di Pubian.

Butuh evaluasi dan refleksi untuk menyikapi realita yang terjadi di Pubian hari ini. Perlu adanya pembenahan secara internal. Serta Formulasi Kaderisasi yang tepat dan sesuai aturan agar NU Pubian dapat bergerak secara masif. Bukan hanya ada secara struktural dan di hegemoni secara kepengurusan oleh sekelompok orang di kampung  tertentu saja. Salam Pergerakan...!!!!


Catatan Kecil Soal “KADERISASI” NU (PUBIAN)

Oleh : Eko Tri Pranoto (GP Ansor Payung Batu)

Friday, October 12, 2018

Kenapa Hoax Makin Liar dan Tak Terkendali? Ini Ulasannya

Tolak Hoax

JAKARTA, SAHARA NEWS  -- Kian lama hoax terasa kian liar. Media sosial dan aplikasi obrolan makin sesak oleh informasi palsu yang meresahkan. Kenapa itu terjadi?

Dilansir dari media Detik.com,- Pakar Komunikasi Digital Universitas Indonesia (UI) Dr Firman Kurniawan Sujono punya analisis soal kian liarnya hoax. Dia mengajukan dua teori.

"Teori pertama: manusia cenderung mengimitasi perilaku manusia lain. Dalam adanya perilaku tertentu yang mendatangkan daya tarik, maka akan diimitasi manusia lain," kata Pakar Komunikasi Digital UI, Dr Firman Kurniawan Sujono. Jumat (12/10/2018).

Contohnya, kata Firman, ketika seseorang mem-posting kekhawatiran, kecemasan, ketakutannya di sebuah media sosial dan mendapatkan tanggapan dari khalayak lainnya, maka perilaku ini akan diikuti orang lain lebih banyak. Terjadilah copy perilaku untuk mendapatkan respons yang sama. Termasuk jika yang di-share adalah konten hoax. Terjadilah jejaring hoax.

"Teori kedua, kekhawatiran, kecemasan, ketakutan, bisa bersumber dari keadaan cognitive dissonance. Disonansi terjadi ketika ada gap antara pengetahuan, keyakinan dengan perilaku aktual. Manusia normal, di luar kesadarannya menghendaki keadaan konsonan. Maka diperlukan upaya tertentu, termasuk berkomunikasi, ketika seseorang mengalami disonansi, agar kembali nyaman," ulas Firman.

Dalam hal hoax, dia melanjutkan, ketika informasi tercerna pengguna media sosial tertentu dan membuatnya pada posisi disonan, ia perlu mengembalikan diri pada posisi konsonan. Hoax yang diterimanya, walaupun belum jelas kebenarannya, telah mengubah keseimbangan konsonansinya. Lalu, agar kembali ke keadaan konsonan, dia merasa perlu menindaklanjuti informasi yang diterimanya dengan berkomunikasi, dan tak menutup kemungkinan juga dengan menyebarkan ke jejaring yang lebih luas.

"2 Keadaan di atas pada gilirannya memperlebar jangkauan hoax. Semakin banyak masyarakat yang mengonsumsi hoax akan menyebabkan imitasi perilaku yang sejenis. Juga, masyarakat yang mengalami disonansi akibat hoax merasa perlu bertindak untuk kembali ke posisi konsonan, dengan melemparkan hoax yang telah diterimanya," ujar Firman.

"Jadilah masyarakat hidup dalam perangkap hoax yang makin rumit dan tak tuntas. Kebenaran menjadi makin sulit diraih," imbuhnya.
Namun kondisi itu bukan tanpa jalan keluar. Firman mengatakan harus ada peran aktif dari pihak-pihak yang memahami gelombang hoax.

"Pihak-pihak yang memahami mekanisme gelombang hoax harus membangun sistem ketahanan masyarakat terhadap hoax. Apa itu? Menahan kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap informasi yang belum jelas kebenarannya. Inilah yang disebut sebagai literasi emosi masyarakat terhadap informasi. Satu fase lebih lanjut dari literasi media," pungkasnya. (**)

Thursday, September 20, 2018

Pengantar Dakwah Kader Muda NU

Nahdlatul Ulama

MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Berbicara soal dakwah, dakwah merupakan suatu masalah yang pasti dibutuhkan umat dalam membenahi akhlaq dan perilaku umat. Tak sebatas itu, dakwah juga merupakan sarana yang harus ditempuh oleh seorang muslim untuk mengajak orang lain, khususnya umat non-islam untuk bersama-sama menegakkan Kalimatullah di atas muka bumi ini. Dalam berdakwah pun tidak hanya sebatas mengajak orang lain (objek dakwah) untuk berbuat amal sholeh, namun juga membutuhkan kebersihan hati dan akhlaqul karimah untuk menunjang keberhasilan dalam berdakwah.

Dakwah, secara bahasa merupakan Masdar dari kata kerja دَعَا ـ يَدْعُوْ ـ دَعْوَةً yang memiliki dua arti, pertama adalah Nida’ (panggilan) dan yang kedua adalah Su’al (permohonan). Dalam memaknai kata Nida’, dapat dilihat dari penggalan ayat 125 surah An-Nahl, yaitu:
أُدْعُ إِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ...
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik...”

Kemudian, secara tidak langsung ayat di atas memberikan pengertian bahwa dakwah memiliki hukum  fardlu ‘ain bagi setiap muslim. Namun demikian, perintah ud’u pada ayat di atas dibatasi oleh Firman Allah swt dalam surah Ali ‘Imron ayat 110 yang berbunyi:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah..”

Menurut sebagian Ulama’, kata kuntum dalam ayat tersebut merupakan pembatasan bahwa perintah berdakwah adalah fardlu kifayah.

Selanjutnya, kata dakwah yang berarti su’al / permohonan dapat dilihat pada Firman Allah swt pada surah Al-Baqoroh ayat 183 :
..أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِيْ وَلْيُؤْمِنُوْابِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
“...Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar memperoleh kebenaran.”

Dari pengertian di atas, secara terminology dakwah dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengajak orang lain melakukan apa yang kita inginkan kepadanya. Dakwah lebih menekankan objeknya kepada non-muslim, sedangkan berdakwah ke sesama muslim lebih dikenal dengan istilah amar ma’ruf nahi munkar.

Kemudian, setelah bebarapa pengertian di atas dipaparkan, tentu dalam berdakwah memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan dakwah ini, misalnya dalam berdakwah tidak dapat dilakukan di sembarang tempat dan sembarang perkataan, namun harus melihat situasi dan kondisi saat berdakwah. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh ulama’ bahwa “Kullu maqomin maqolun, wa kullu maqolin maqomun”, yang berarti “Setiap tempat ada pembicaraannya, dan setiap pembicaraan ada tempatnya”. Itu berarti setiap Da’i harus menguasai sasaran dakwah, metode yang digunakan dan lain sebagainya melihat situasi dan kondisi yang ada.

Dalam berdakwah pun memiliki syarat atau pondasi dasar yang harus dipenuhi oleh setiap pendakwah. Para ulama’ telah merumuskan dua dasar utama yang harus dipenuhi bagi seorang pendakwah, yang pertama adalah ilmu dan yang kedua adalah tadzkiyatun nafs (penyucian jiwa). Kedua syarat tersebut harus dipenuhi oleh seorang pendakwah agar tujuan ia berdakwah dapat tercapai, meskipun dalam pelaksanaannya pun  terdapat banyak sekali hal / syarat yang harus dipenuhi pula sebagai penunjang pelaksanaan dalam  berdakwah maupun syarat bagi pendakwah itu sendiri. Namun, kedua syarat utama di atas harus ada bagi seorang pendakwah, jika salah satu syarat saja tidak terpenuhi oleh pendakwah, maka dakwah yang dilakukannya akan pincang.

Misalkan, secara sederhana dapat diibaratkan jika seseorang tersebut memiliki ilmu yang banyak dan cukup, namun dalam hati dan jiwanya masih terdapat banyak penyakit maka objek dakwah cenderung akan tidak memiliki kepercayaan terhadapnya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki hati yang bersih dan baik, namun ia tidak memiliki ilmu yang cukup maka apa yang disampaikannya pun akan tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya. Sehingga, dua syarat di atas secara otomatis membentuk pribadi pendakwah itu sendiri sebagai orang yang mumpuni dan pantas untuk dijadikan panutan.

“Lisanul hal afshohu min lisanil lisan”. Merupakan sebuah istilah yang sangat dipegang teguh oleh seorang pendakwah, bahwa fasihnya / baiknya ahwal / keadaan diri itu lebih “mengena” daripada fasihnya lisan dalam mengucapkan sebuah nasihat. Sejarah pun telah membuktikan bahwa fasihnya ahwal merupakan kunci kesuksean dalam melaksanakan misi sebuah dakwah. Misalnya saja “Wali-Songo”, mereka merupakan sekelompok ulama yang tidak hanya mengandalkan fasihnya lisan dengan segudang ilmu yang dimilikinya, namun mereka juga menggunakan fasihnya ahwal (red: tadzkiyatun nafs / tasawwuf) dalam melakukan dakwahnya. Terbukti, dengan hadirnya para wali tersebut, mereka berhasil mengislamisasikan bumi Nusantara dengan waktu yang relatif singkat.

Penggalan di atas sejalan dengan apa yang tertera dalam Al-Qur’an Surah Muhammad ayat 19, yaitu:
فَاعْلَمْ أَنَّهٗ لَاإِلٰهَ إِلَّااللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَاللهُ يَعْلَمُ مُقَلِّبَكُمْ وَمَثْوٰىكُمْ
“Maka ketahuilah (dengan ilmu) bahwa tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan (tadzkiyatun nafs) atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahuai tenmpat usaha dan tempat tinggalmnu.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan misi sebuah dakwah adalah dengan ilmu dan penyucian jiwa. Karena dengan ilmu (nur), pendakwah akan mengetahui dengan ilmu yang dimilikinya apa-apa yang haq dan apa-apa yang batil. Dan dengan kesucian jiwa (The Power of Qolbu) yang dimilikinya tersebut, dakwah akan sampai ke dalam hati objek dakwah.

Lalu yang harus menjadi perhatian para kader pendakwah, khususnya kader NU, terdapat empat hal yang menjadi falsafah dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Ta’adul, Tasamuh, Tawazun dan Tawasuth. Ta’adul, hendaknya dakwah dilakukan dengan adil dan profesional, tidak ada pengkotak-kotakan atau pun ketidaktuntasan dalam melaukan dakwah. Tasamuh, dakwah yang dilakukan penuh dengan rasa toleransi yang membawa kedamaian dan ketengangan. Tawazun, kader pendakwah NU harus bisa mengimbangi segala keadaan umat, ketika di dalam umat terjadi keberat-sebelahan, maka pendakwah harus bisa menggiring umat untuk menjadi seimbang lagi, jika tidak maka umat akan “kocar-kacir”. Terakhir adalah Tawasuth, seorang pendakwah tidak memihak ke sebelah kanan maupun kiri.

Lebih jauh lagi, Dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyyah memiliki salah satu prinsip bahwa bedakwah haruslah sesuai dengan adat (urf) wilayah dakwah, inilah yang sering kita dengar dengan “Islam Nusantara”, dimana kebudayaan dan adat istiadat nusantara digunakan sebagai media dalam berdakwah, sehingga dakwah dapat diterima masyarakat dengan baik dan damai.

Terakhir, penulis berharap secarik catatan kecil ini dapat menjadi bahan renungan, khususnya bagi para kader muda KMNU yang kini tengah menghadapi banyak tantangan dalam berdakwah. Semoga apa yang kita lakukan selalu mendapat bimbingan, lindungan dan keberkahan dari Allah swt. Aamiiin..

Wallahu Subhanahu Wata’ala A’lam,,
-Zaid el-Faqir (TG)-

Wednesday, August 1, 2018

Ternyata Hoax Sudah Pernah Terjadi Di Zaman Nabi Muhammad, Ini Ulasannya!

Bijak dalam Bermedia
KAJIAN ILMU, MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Hoax, atau berita bohong sekarang sedang marak terjadi, kita sebagai generasi muda harus bisa membedakan antara yang hoax dengan yang sesuai fakta, jangan sampai kita malah memproduksi berita hoax itu sendiri, di Lansir dari media NU Online, hoax sudah terjadi sejak zaman Rasul. Bagaimana ulasannya, mari kita baca bersama-sama.

Fitnah dan cerita dusta itu bukan barang baru. Nabi Muhammad SAW pun pernah diserang oleh fitnah dan cerita dusta yang sangat keji. Jika saya hidup di zaman Nabi, saya pun takkan tahu bagaimana saya harus bersikap, karena Nabi pun tak berdaya melawan fitnah tersebut. Bayangkan, seorang Nabi yang agung mengalami fitnah yang luar biasa keji; istrinya dikabarkan telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Adalah Ummul Mukminin Aisyah RA difitnah telah melakukan perselingkuhan dengan Shafwan ibn Muaththal.

Di satu sisi Nabi Muhammad SAW sangat sayang pada Aisyah dan berpikir bahwa tak mungkin Aisyah melakukan tindakan hina tersebut. Di sisi lain, Nabi sungguh tak berdaya menghadapi fitnah yang sudah menyebar luas. Begitu pula Aisyah; ia sangat terpukul karena fitnah tersebut, apalagi kemudian sikap Nabi kepadanya menjadi berubah: tak seperti biasanya. Hanya sabar dan sabar yang bisa dilakukan oleh Aisyah. Setiap malam Aisyah menangis merasakan derita akibat fitnah tersebut.

Sebulan lebih fitnah itu menyebar dan kehidupan rumah tangga Nabi dan Aisyah cukup terganggu. Sampai akhirnya Allah menyelamatkan Aisyah dari fitnah itu dengan menurunkan wahyu: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS An-Nur: ayat 11 sampai ayat 21).

Dalam kitab An-Naba’u al-Azhim, Dr Muhammad Abdullah Daraz menjelaskan berbagai hikmah dari kejadian tersebut. Salah satu hikmah yang sangat agung adalah kesabaran dan kejujuran Nabi Saw.

Sebagai manusia yang menerima wahyu, bisa saja Nabi membela Aisyah, dengan mengatakan bahwa Allah telah menurunkan “wahyu pembelaan” sejak hari pertama tersebarnya fitnah tersebut. Namun tidak mungkin itu dilakukan oleh Nabi. Nabi tak mungkin berbohong. Beliau hanya bisa bersabar dan yakin bahwa Allah pasti akan menyelesaikan masalah yang sedang beliau dan keluarganya hadapi.

Bayangkanlah: andai saya atau Anda adalah orang terhormat dan punya kuasa. Tiba-tiba saya (dan keluarga) atau Anda (dan keluarga) mengalami fitnah seperti yang dialami oleh Nabi SAW. Kira-kira apa yang Anda dan saya lakukan sebagai orang yang memiliki posisi terhormat dan punya kuasa? Tentu, sebagai manusia biasa kita akan gunakan posisi terhormat dan kuasa untuk menyelesaikan orang-orang yang terlibat dalam penyebaran fitnah tersebut. Dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang juga tak kalah keji.

Nabi SAW adalah penerima wahyu. Beliau tak pernah berpikir merekayasa wahyu, meski menghadapi ujian yang teramat berat.

Lantas, mengapa sebagian umatnya mudah sekali mengumbar ayat kemudian memosisikan pendapatnya seperti ayat? Seolah-olah mereka adalah penerima wahyu langsung dari Allah!

Saksikan wahai Allah; Engkaulah penolong kami dalam menghadapi segala fitnah.
(Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Taufiq Damas)


Jadi apakah sekarang masih mau mudah percaya dengan berita yang tersebar? Mari kita bijak dalam bermedia, jangan sampai kita malah ikut berfitnah. Astaghfirullah. Semoga kita dijauhkan dari hal tersebut.

Semoga bermanfaat untuk kita semua, Salam Hangat, Media Sahabat NUsantara.

Thursday, July 26, 2018

Bingung? , Ini Alasan Agar Kita Semangat Menggapai Cita - Cita Mulai Sekarang Juga!

Semangat dalam menggapai cita - cita
KAJIAN ILMU, MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Setiap orang pasti memiliki cita - cita. Bahkan banyak para remaja yang mengalami dilema dalam hidupnya. Karna ketika kita masih kecil pertanyaan “apa cita –cita mu ketika besar nanti?”, tidak sulit untuk menjawabnya. Lalu mengapa ketika kita beranjak remaja pertanyaan itu menjadi sangat sulit untuk dijawab? Karna ketika kita beranjak remaja kita bingung bakat apa yang kita miliki, dan juga  belum menemukan jati diri. Padahal makna dari cita - cita ialah sesuatu yang ingin digapai manusia melalui usaha. Kita sering mendengar kutipan “dimana ada kemauan pasti disitu ada jalan”.  Jika kita memiliki cita – cita dan berusaha untuk menggapainya dengan sekuat tenaga pasti apa yang kita impikan akan menjadi nyata bukan hanya fatamorgana. Cita –cita membuat tujuan hidup kita menjadi terarah. Namun dalam perjalanan menggapai cita – cita kita pasti akan menemukan banyak rintangan, batu kerikil yang tajam , jurang yang terjal, angin topan, pohon tumbang, bahkan tersandung pun hal yang sudah biasa. Dan kunci untuk mewujudkan cita – cita  ialah terus hadapi rintangan dengan penuh senyuman, ikhlas, sabar, walaupun harus berlumur darah, derita dan air mata. Karna kesuksesan itu butuh proses, dan tak ada yang instan.

Lalu bagaimana cara kita untuk sukses menggapai cita –cita?

Jika kita mencicipi makanan khas lampung seperti pindang ikan Baung yang sangat lezat rasanya. Apakah pindang tersebut dibuat dengan bumbu dan rempah – rempah secara utuh dan bulat – bulat ?
Tidak, tetapi bumbu seperti bawang putih, bawang merah, kunyit, cabai, mereka perlu ditumbuk lebih dulu supaya nanti rasanya lebih enak. Begitu juga dengan menggapai cita cita, kita perlu ditumbuk dimasa muda kita dengan menuntut ilmu, dan memperbanyak pengalaman dalam hidup , untuk mencapai kejayaan dalam puncaknya.   

Selain itu, lakukan lah apa yang bisa kamu lakukan saat ini, jangan menunda – nunda  nya sampai esok. Kita pasti sering mendengar (Baidhatul yaum khairun min dajajatil ghadd) “telur hari ini lebih baik daripada ayam esok”. Sebaik dan sebagus apapun ayam esok  pasti lebih enak telur yang dimasak hari ini, karna ayam esok hari belum tentu tersedia dihadapan kita. Hari kemarin adalah masa lalu, Hari ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi, dan Hari esok adalah harapan. Harapan yang hari ini  kita panjatkan belum tentu sama dengan yang Allah rencanakan. Karna pada hakikatnya manusia hanya bisa berencana dan Allah SWT yang menentukan. Sekecil apapun pekerjaan hari ini, kerjakan ! Sebesar apa hasilnya nanti, syukuri ! Tetap berharap untuk esok hari, tetapi sempurnakan yang hari ini.
 
Lalu, percayalah pada kemampuan diri sendiri (be yourself) karena Allah mencipakan manusia dimuka bumi  ini dengan beraneka ragam bentuk kekurangan dan kelebihan, jadi jangan pernah menjadi sosok orang lain untuk meraih sebuah impian, tapi percayalah pada diri sendiri dengan kemampuan yang akan di torehkan. Kemudian, jangan biarkan fikiran negative menggerogoti otak kita, biasanya ketika kita sedang berusaha untuk membuktikan pada dunia bahwa kita mampu untuk menggapai cita, tak sedikit kritikan datang silih berganti, disaat seperti inilah kita harus mampu memilh dan memilah, mana kritikan yang bisa kita pakai karna diucapkan dengan tulus dan bersifat membangun, dan membuang kritikan yang terdengar bersifat dengki dan berniat menjatuhkan. Dan yang terakhir  kita harus tetap fokus, karna fokus adalah hal yang paling kursial bagi seseorang yang sedang berproses mewujudkan cita –cita. Dan jangan lupa membuat sketsa rencana jangka panjang dan jangka pendek. Yang penting kendalikan waktu jangan sampai waktu yang mengendalikan kita. Dan satu hal yang perlu di ingat “jangan melihat seseorang ketika berada pada puncak kesuksesan, tapi lihatlah bagaimana proses ia bisa sampai pada puncak kesuksesan”

Penulis : Putri Atiqa, Kader IPPNU Bandar Lampung

Saturday, July 21, 2018

Begini Caranya Agar Berkarier Mampu Sampai Kepuncak Kejayaan

Media Sahabat NUsantara
KAJIAN ILMU, MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Karier menjadi salah satu dari sekian banyak hal yang di bicarakan oleh kaum muda seperti kita, terlebih bagi mereka yang tengah berproses dalam menempuh karier yang bagus. Terbiasa mencoba mengasah kemampuan diri, seringkali menjadi pemintas di dalam pemikiran kita tentang bagaimana cara untuk mendapatkan kesuksesan di masa yang akan datang. Lantas bagaimana agar karier kita menjadi cemerlang? Inilah langkah-langkah yang dapat kita lakukan.

Langkah pertama yang dapat di tempuh  agar karier kita cemerlang adalah dengan mencoba berbagai hal yang menarik untuk dipelajari. Sama halnya dalam sebuah perjalanan kehidupan, fase pertama adalah saat kita lulus dari bangku sekolah menengah akhir dan memasuki masa kuliah. Disini kita bisa banyak belajar, baik dikampus ataupun dalam sebuah organisasi. Disinilah kita bisa memahami apa kekurangan kita, kelebihan atau kebutuhan untuk menunjang kemampuan akademis atapun non akademis, sehingga bisa membuat kita semakin terbiasa menjalani kehidupan.

Dalam proses ini, kita harus banyak bertanya, banyak membaca, dan banyak berguru dengan orang yang lebih paham sehingga kemampuan kitapun bisa bertambah seiring waktu berjalan. Lika-liku memang harus kita lalui, dalam menjalankan proses ini memang tidak mudah, apalagi saat masih muda, godaan sangat  banyak, jika kita tidak kuat dan tekun, bisa saja kita tergelincir di pergaulan yang tidak baik sehingga proses menggapai karir yang bagus menjadi terhenti atau bahkan bisa hancur. Nah untuk mengatasi hal tersebut, kita memang harus membentengi diri kita ilmu yang bermanfaat, baik ilmu agama ataupun yang lainnya. Sehingga harapan kita untuk menjadi sukses bisa menjadi kenyataan.

Selanjutnya, saat kita sudah memasuki umur 30 tahun, saat inilah proses berpikir menjadi lebih matang. Sehingga bisa memilih suatu hal dengan bijaksana. Yang menjadikan kita bisa memanfaatkan kekuatan dan kelebihan kita. Selain itu juga, kita juga tetap membutuhkan Support yang sesuai dengan yang kita butuhkan. Namun, mawas diri dan menghargai perbedaan tetap harus kita junjung tinggi sehingga mampu menciptkan proses berkarier yang baik dan cemerlang
Langkah kedua, dalam saat kita menyeimbangkan karier. Pada dasarnya kita mengharapkan agar segala yang kita lakukan ini menjadi pas dan seimbang, sehingga perjalanan kehidupan kita menjadi sejahtera. Siapa sih yang tidak ingin jika kariernya seimbang? Ada waktu untuk karier, ada waktu untuk keluarga dan yang lain. Nah dalam tahap ini kita mulai menyeimbangkan karier kita.  Uang memang menjadi indikator yang sering di gunakan dalam menilai kita sukses atau tidak. Namun meski begitu kita harus mampu menyeimbangkan setiap proses yang kita lalui ini.

Hal ini memang tidak mudah dalam meraih keseimbangan. Kita mungkin bisa mengincar gaji yang tinggi, namun belum tentu mendapatkan teman kerja yang nyaman. Atau tempat yang pas dalam bekerja, namun tidak sesuai dengan gaji yang kita peroleh. Dan masih banyak lagi proses yang harus kita alami saat menyeimbangkan karier kita tersebut. namun yang harus kita ingat selalu untuk mendapatkan hal yang kita inginkan, kita juga harus mampu mengorbankan sesuatu juga.

Tahap dan Proses yang ketiga adalah saat kita harus mengembangkan ketrampilan sosial. Dalam kemajuan teknologi yang kita alami saat ini, menuntut kita untuk lebih kreatif dan mampu membuat inovasi terbaru guna menunjang karier yang bagus untuk kita semua. Seperti yang dikatakan  David Deming seorang asisten professor di Harvard Graduate School of Education melakukan penelitian yang menunjukan bahwa pekerjaan yang membutuhkan kemampuan teknis seperti matematika ternyata makin menunjukan penurunan dalam komposisi pekerjaan di US Labor Force selama tiga dekade terakhir. Apalagi sekarang dalam mengelola data kebanyakan komputer, sehingga kita menjadi tidak terlalu menguasai hal tersebut. sehingga hal seperti ini harus segera kita antisipasi.

Dalam berkarier kita harus memiliki kemampuan berkoordinasi dengan baik, tolong menolong, negosiasi dan persuasive.  Jika kita sudah berhasil dapat melakukan semua yang sudah dijabarkan di atas, semoga bisa menjadikan karier kita lebih baik dan cemerlang. Namun tetap harus kita garis bawahahi, karier yang bagus tidak luput dari perjuangan yang sudah kita lakukan selama ini. Selamat berproses!!

Wednesday, July 18, 2018

[HIKMAH] Nabi Sulaiman dan Kisah Lelaki Menghindar dari Malaikat Izrail


KAJIAN ILMU, SAHABAT NUSANTARA --Jodoh, Rejeki, Maut memang sudah menjadi ketetapan dari Allah SWT, pada kesempatan ini, kita akan mengulas mengenai Maut, dilansir dari NU Online , inilah kisah yang bisa kita ambil hikmahnya.

Dalam kitab al-Majallis as-Saniyyah karya Syekh Ahmad bin Syekh Hijazi Al Fusyni  diceritakan, ada seorang laki-laki yang berusaha menghindar dari kematian.

Pada suatu hari, malaikat maut Izrail ‘alaihis salam datang menghadap Nabi Sulaiman bin Dawud ‘alaihis salam. Tiba-tiba Izrail ‘alaihis salam menajamkan pandangan dan mengarahkannya kepada seorang lelaki yang duduk bersama beberapa tamu Nabi Sulaiman. Namun tak lama kemudian Izrail pergi.

Laki-laki itu bertanya, "Wahai nabi Allah! Siapa dia?" "Dia adalah malaikat maut," jawab sang nabi.

Laki-laki itu kembali berkata, "Wahai nabi Allah! Tadi aku melihat dia selalu melirik kepadaku. Aku menjadi sangat takut. Jangan-jangan dia hendak mencabut nyawaku. Selamatkan aku dari cengkeramannya."

"Bagaimana caranya agar aku bisa menyelamatkanmu?" tanya sang nabi. "Anda suruh saja angin untuk membawaku ke negeri Hindia. Mungkin saja dengan begitu dia akan kehilangan jejakku. Dan tidak akan bisa menemukanku," jawab laki-laki itu.

Kemudian Nabi Sulaiman memerintahkan angin untuk menghantarkanya sampai ke ujung negeri Hindia dalam waktu sekejap saja. Saat itu juga angin segera melaksanakan sebagaimana yang diperintahkan oleh sang nabi.

Sesampainya di sana, malaikat maut kemudian mencabut nyawa laki-laki itu. Setelah itu malaikat maut itu kembali menghadap Nabi Sulaiman ‘alaihis salam. Nabi kemudian bertanya, "Kenapa tadi anda melirik kepada laki-laki itu dengan tatapan yang tajam?"

Malaikat maut menjawab, "Aku merasa sangat heran. Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di Negeri Hindia. Namun keberadaannya saat itu sangat jauh dari negeri itu. Hingga akhirnya tiba-tiba ada angin yang membawanya sampai ke negeri itu. Lalu kucabut nyawanya di negeri itu pula, sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala."

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Setiap manusia tidak bisa menghindar dari takdir kematian. Karena itu sudah ketetapan Allah SWT.

Bagi manusia yang takut akan datangnya kematian,  ia mungkin bisa hanya berdiam diri di rumahnya untuk menghindar dari kematian, namun jika telah tiba saatnya ditentukan kematian kepadanya, niscaya Malaikat maut akan mendatangi tempat di mana ia akan mati di tempat tersebut. (Zaenal Faizin)


#Media #Sahabat #NUsantara

Friday, July 6, 2018

Sering Kesal Melihat Netizen Zaman Sekarang? Ini Seharusnya Peran Media Sosial Bagi Masyarakat

Ilustrasi

MEDIA SAHABAT NUSANTARA-- Sosial media merupakan sebuah aplikasi berkomunikasi jarak jauh dengan menggunakan jaringan internet . Jika kita menggunakan sosial media itu dengan benar maka kita tidak mempunyai masalah saat menggunakan aplikasi sosial media yang kita inginkan.

Akhir akhir ini ,masalah tentang menggunakan sosial media sering terjadi  akibat penyalahgunan sosial media tersebut . Penyalahgunaan biasa terjadi karena adanya pencemaran nama baik,pembagian situs jebakan, dan dibajak akunnya oleh teman, di gunakan kidz zaman now untuk eksis tapi malah seperti mempermalukan diri sendiri seperti kasus Bowo Alpenlible "Artis Tiktok Masa Kini",  bahkan jika kita kaitkan dengan politik, media mampu menjadi ranah bertarung saling balas antar lawan politik itu sendiri.

Agar Lebih paham lagi, kita uraikan apa itu Media Sosial? Jadi, Media sosial artinya sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.

Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.

Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook, Instagram atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.

Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna social media dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya.

Peran suatu Media Sosial seharusnya sebagai sarana diskusi dengan jangkauan yang luas, Media untuk bertukar informasi, Sebagai sarana hiburan, Sebagai sarana berkomunikasi,Mempererat pertemanan dengan teman satu sekolah, atau teman kuliah, Menjalin silaturahmi yang sudah lama putus dengan teman lama atau kerabat lama, Mendapat banyak informasi terbaru, Mengisi waktu luang, Menambah wawasan, Tempat pembelajaran online, Administrasi, Mendengarkan dan Belajar, Membangun Hubungan, serta mampu mencapai jangkauan Global.

Artinya banyak manfaat dari media sosial jika kita arahkan dengan baik. Bahkan di zaman sekarang, banyak orang mulai sukses melalui media sosial itu sendiri. 

Jadi kita kembalikan lagi ke pembaca yang budiman, mau di apakan media sosial di tangan Anda?

Monday, July 2, 2018

Jangan Bingung! Ini Petunjuk Al-Qur’an dalam Memilih Suami dan Istri

 
 
Ilustrasi
Untuk kita yang masih lajang, menemukan pasangan untuk dinikahi memang sudah wajar dilakukan sejak dulu, lalu bagaimanakah memilih calon suami dan istri menurut petunjuk dari kitab suci kita, Al-Qur'an.

Dilansir dari media NU Online, ini penjelasan nya

Berpasang-pasangan merupakan fitrah manusia. Laki-laki dan perempuan ini diikat oleh tali suci pernikahan. Pernikahan dalam Islam diatur dalam syariat, termasuk memilih kriteria calon istri maupun calon suami.

Pakar Tafsir Prof Dr Muhammad Qurais Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an (2000) menerangkan, Al-Qur’an tidak menentukan secara rinci tentang siapa yang dikawini, tetapi hal tersebut diserahkan kepada selera masing-masing:

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

“...maka kawinilah siapa yang kamu senangi dari wanita-wanita...” (QS An-Nisa [4]: 3)

Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW menyatakan, biasanya wanita dinikahi karena hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau karena agamanya. Jatuhkan pilihanmu atas yang beragama, (karena kalau tidak) engkau akan sengsara (Diriwayatkan melalui Abu Hurairah).

Di tempat lain, Al-Qur’an memberikan petunjuk, bahwa Laki-laki yang berzina tidak (pantas) mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak pantas dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik (QS An-Nur [24): 3).

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS An-Nur: 3)

Walhasil, seperti pesan surat An-Nur (24): 26, wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji. Dan Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS An-Nur: 26)

Al-Qur’an merinci siapa saja yang tidak boleh dikawini  seorang laki-laki.

“Diharamkan kepada kamu mengawini ibu-ibu kamu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan juga bagi kamu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan diharamkan juga mengawini wanita-wanita yang bersuami.” (QS An-Nisa' [4]: 23-24)

Kalaulah larangan mengawini istri orang lain merupakan sesuatu yang dapat dimengerti, maka mengapa selain itu --yang disebut di atas-- juga diharamkan? Di sini berbagai jawaban dapat dikemukakan.

Ada yang menegaskan bahwa perkawinan antara keluarga dekat, dapat melahirkan anak cucu yang lemah jasmani dan rohani. Ada juga yang meninjau dari segi keharusan menjaga hubungan kekerabatan agar tidak menimbulkan perselisihan atau perceraian sebagaimana yang dapat terjadi antar suami istri.

Ada lagi yang memandang bahwa sebagian yang disebut di atas, berkedudukan semacam anak, saudara, dan ibu kandung, yang kesemuanya harus  dilindungi dari rasa birahi. Ada lagi yang memahami larangan perkawinan antara kerabat sebagai upaya Al-Qur’an memperluas hubungan antarkeluarga lain dalam rangka mengukuhkan satu masyarakat. (Fathoni)

Monday, June 18, 2018

Mau Menikah? Ini Enam Tipe Perempuan Yang Tidak Di Rekomendasi kan Menjadi Istri

Ilustrasi
Di Lansir dari Situs Resmi Media NU Online, Begini Penjelasan nya

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai pasangan suami istri. Tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal, bukan saja di dunia tetapi sampai di akhirat kelak.

Ada banyak faktor yang menjadi unsur pendukung terciptanya keluarga dan rumah tangga yang langgeng dan bahagia. Salah satunya adalah perilaku istri sebagai pasangan hidup. Baik dan buruknya perilaku istri memberi andil pada bahagia dan tidaknya kehidupan sebuah keluarga.
Dalam hal ini barangkali sabda Rasulullah bisa dijadikan acuan.

ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻣَﺘَﺎﻉٌ ﻭَﺧَﻴْﺮُ ﻣَﺘَﺎﻋِﻬَﺎ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢُ
Artinya, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah pasangan yang saleh,” (HR Imam Thabrani).

ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻣَﺘَﺎﻉٌ، ﻭَﺧَﻴْﺮُ ﻣَﺘَﺎﻉِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺔُ
Artinya, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah,” (HR Imam Muslim).

Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari dalam karyanya Dhau'ul Mishbah fi Bayani Ahkamin Nikah menyebutkan enam perilaku buruk yang menjadikan seorang perempuan tak layak untuk dinikahi.

ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻻ ﺗﻨﻜﺤﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺳﺘﺔ ﻻ ﺃﻧﺎﻧﺔ ﻭﻻ ﻣﻨﺎﻧﺔ ﻭﻻ ﺣﻨﺎﻧﺔ ﻭﻻ ﺗﻨﻜﺤﻮﺍ ﺣﺪﺍﻗﺔ ﻭﻻ ﺑﺮﺍﻗﺔ ﻭﻻ ﺷﺪﺍﻗﺔ
Artinya, “Sebagian orang Arab mengatakan, jangan kau nikahi enam macam perempuan, yakni annânah ,
mannânah , hannânah.  Jangan pula kaunikahi perempuan yang haddâqah, barrâqah , dan syaddâqah.”

Perempuan yang annânah adalah perempuan yang banyak mengeluh, mengadu, dan sering membalut kepalanya. Tak ada baiknya menikahi perempuan yang sakit-sakitan dan berpura-pura sakit.
Perempuan yang mannânah adalah perempuan yang punya kebiasaan suka mengungkit-ungkit suaminya. Ia berkata, “Aku sudah melakukan ini dan itu untukmu!”

Perempuan yang hannânah adalah perempuan yang merindukan suami yang lain atau merindukan seorang anak dari suami yang lain. Umpamanya ia membayangkan kalau saja suaminya seperti artis fulan atau kalau saja ia memiliki anak dari seorang laki-laki tampan yang ia idolakan. Perempuan dengan perilaku seperti ini mesti dijauhi.

Perempuan yang haddâqah adalah perempuan yang suka melihat-lihat segala sesuatu lalu menginginkannya dan menuntut sang suami untuk membelinya.
Perempuan yang barrâqah mengandung dua makna, pertama perempuan yang sepanjang hari selalu bersolek dan merias wajahnya agar terlihat berkilau dengan dibuat-buat. Makna kedua adalah perempuan yang suka marah karena makanan. Ia lebih suka makan sendirian dan menganggap bagiannya dalam segala hal cuma sedikit sehingga perlu untuk meminta tambahan.

Sedangkan perempuan syaddâqah adalah perempuan yang banyak bicara alias cerewet .

Perempuan dengan keenam sifat dan perilaku tersebut tidak layak untuk dipilih sebagai pasangan hidup dan kurang mendukung dalam terciptanya kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Perlu diketahui pula bahwa pada dasarnya berbagai sifat buruk yang semestinya tidak dimiliki oleh seorang istri juga semestinya tidak dimiliki oleh seorang suami . Bila Hadlratus Syaikh Hasyim Asy’ari menuturkan tidak layaknya seorang perempuan yang memiliki sifat-sifat di atas dijadikan istri, maka tidak layak pula seorang laki-laki yang memiliki sifat-sifat buruk dipilih untuk menjadi suami. Ini dikarenakan kebahagiaan rumah tangga tidak mungkin terbangun sempurna bila salah satu pasangan hidup bersikap dan berperilaku buruk.

Dalam hal ini adanya banyak keterangan yang—seakan—menjadikan pihak perempuan sebagai objek pembahasan hanyalah sebagai cerminan dari budaya masyarakat pada umumnya di mana seorang laki-laki cenderung bersikap aktif memilih dan seorang perempuan lebih bersikap pasif dipilih.

Lalu bagaimana bila seseorang telah terlanjur memiliki pasangan hidup yang memiliki salah satu atau beberapa perilaku tersebut? Dalam kondisi demikian bersabar adalah sikap terbaik yang mesti dilakukan. Karena bisa jadi pada sesuatu yang tidak disenangi Allah memberikan banyak kebaikan. Wallahu a’lam . ( Yazid Muttaqin )

Friday, June 15, 2018

Waspada! Momen Lebaran Jangan Sampai Tergelincir Rayuan Setan

Ilustrasi
Di Lansir Dari Media NU Online. Ini yang harus kita perhatikan saat lebaran tiba. Jangan sampai tergelincir oleh jebakan - jebakan tipu muslihat para Iblis dan Setan.

Ramadhan, dengan berbagai amalan ketaatan di dalamnya, telah membentuk pribadi para hamba yang lebih bertakwa dari sebelumnya. Pada bulan Ramadhan setiap Muslim akan lebih berhati-hati dalam bertindak, sebisa mungkin tidak melakukan kesalahan agar puasa yang dilakukannya tak sia-sia kosong tanpa pahala.

Selama Ramadhan pula setiap Muslim seakan berlomba untuk sebaik-sebaiknya melaksanakan setiap perintah Allah. Mereka berusaha melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Kesunnahan yang biasanya ditinggalkan kini dengan enteng mereka lakukan. Mulut yang sebelum Ramadhan sering lepas kontrol dengan banyaknya mengeluarkan ujaran kebencian, berita hoaks, cacian dan makian, selama Ramadhan ditahan untuk hanya mengatakan yang baik-baik saja.
Pun dengan tangan, yang sebelumnya begitu erat menggenggam hingga susah untuk mengulurkan tangan, selama Ramadhan tetiba begitu mudahnya terbuka memberikan bantuan pada sesama. Banyak amal ketakwaan terlaksanakan selama Ramadhan. Banyak insan terwujud bertakwa karena Ramadhan.
Setelah Ramadhan usai datanglah Syawal. Ditandai dengan sebuah perayaan kemenangan di satu dua hari bulan Syawal, dalam sebuah momen hari raya. Pada hari-hari ini banyak orang merayakannya dengan berkumpul bersama dengan banyak keluarga, makan makanan enak, minum minuman segar, berlibur ke tempat tamasya, dan lain sebagainya.
Pada saat perayaan hari kemenangan inilah seorang muslim dituntut untuk waspada. Jangan sampai ingar bingar perayaan nikmat kemenangan justru menjerumuskannya ke dalam jebakan setan yang menjadikannya kehilangan sikap dan sifat ketakwaan yang sebelumnya sebulan penuh telah ia bangun.

Bagaimana hal itu terjadi?

Sebagaimana diketahui kaprahnya orang merayakan hari raya tak lepas dari berbagai macam makanan dan minuman. Kiranya ini hal yang lumrah dan wajar. Hanya saja mesti bijak dalam menyikapi dan mengkonsumsinya. Bila tidak maka hari raya yang semestinya menjadi momen atas sebuah kemenangan yang mesti dipertahankan justru akan menjatuhkan kita kembali pada titik nol kekalahan. Kemenangan yang dibangun sebulan lamanya harus sirna dalam sehari perayaannya.

Setelah sebulan penuh kita berpuasa menahan lapar dan dahaga, bahkan ketika di malam hari yang semestinya diperbolehkan untuk makan dan minum sepuasnya pun tetap saja kita hanya makan dan minum sekedarnya, sering kita lihat atau bahkan kita lakukan sendiri satu perilaku di hari raya di mana seseorang makan dan minum sepuasnya tanpa batas. Orang Jawa mengatakan kemaruk . Mumpung sudah boleh makan dan minum, mumpung sedang banyak makanan enak, nafsu makan pun tak dikendalikan.
Perilaku seperti ini menjadi perangkap setan yang luar biasa ampuh untuk mempurukkan kembali seorang muslim dari kemenangannya. Setelah sebulan penuh setan dikekang dan tak bisa menggoda umat manusia, ia berputus asa atas terampuninya semua dosa di bulan Ramadhan. Ia merasa sia-sia berusaha menjadikan manusia sebagai temannya. Namun di hari raya, setelah setan kembali dilepas dari kekangannya, ia mendapati pintu masuk dan jalan yang terbuka lebar untuk kembali menjerumuskan umat manusia. Jalan dan pintu masuk itu adalah makanan.

Para ulama menjelaskan kepada umat bahwa ada banyak pintu masuk setan ke dalam diri manusia. Satu di antara pintu-pintu masuk itu adalah makanan. Syekh Ihsan Jampes misalnya dalam kitab Sirajut Thalibin
menuturkan:

ﻭﻣﻦ ﺃﺑﻮﺍﺑﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﺍﻟﺸﺒﻊ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﺣﻼﻻ ﺻﺎﻓﻴﺎ ﻻ ﺷﺒﻬﺔ ﻓﻴﻪ . ﻓﺎﻥ ﺍﻟﺸﺒﻊ ﻳﻘﻮﻱ ﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕ ﺃﺳﻠﺤﺔ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ
Artinya: “Termasuk pintu masuknya setan yang besar adalah kenyang dari makanan meskipun makanan itu halal dan bersih, tak ada keraguan syubhat di dalamnya. Karena kenyang dapat menguatkan syahwat dan syahwat dapat merupakan senjata setan.” (Syekh Ihsan Jampes, Sirajut Thalibin , Indonesia, Maktabah Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, juz I, hal. 283).

Dengan hanya berbisik “mumpung sudah lebaran, makanlah sepuasnya” setan dapat menghancurkan kembali bangunan ketakwaan yang telah didirikan seorang muslim. Kemenangan yang diraih pada hari itu juga kembali lepas menjadi kekalahan.
Bagaimana bisa? Ketika seseorang dengan begitu semangat menyantap apa saja yang terhidang di depannya, perutnya kekenyangan. Di saat perut sarat dengan isi melemahlah semangat untuk beribadah. Di saat perutnya kenyang ia akan merasa berat dan mengantuk sehingga malas dan lemah melakukan amalan-amalan kebaikan yang sebelumnya begitu semangat ia lakukan di bulan Ramadhan. Karena kekenyangan membuatnya tak segera bangkit memenuhi panggilan azan. Karena kekenyangan ia tak lagi bersemangat melakukan amalan-amalan sunah yang sebulan sebelumnya rutin ia langgengkan.
Dalam sebuah dialog antara Iblis dengan Nabi Yahya ‘alaihissalam sempat Iblis menuturkan, “setiap kali engkau kenyang maka kami akan menjadikanmu merasa berat melakukan shalat dan mengingat Allah.”

Makan berlebihan tak hanya menjadikan seseorang malas beribadah dan mengingat Allah. Perut yang kenyang, apalagi kekenyangan, menjadikan pemiliknya menguat syahwatnya. Seorang yang kuat syahwatnya ia akan dengan mudah dijerumuskan oleh setan untuk melakukan tindakan-tindakan yang tak dibenarkan oleh agama.

Maka selepas rampungnya Ramadhan tak jarang seseorang kembali pada perilaku-perilaku buruk baik berupa tindakan maupun ucapan. Perilaku merasa benar sendiri, tindakan mengintimidasi, mencaci maki, mengumbar kalimat kotor, membully, menebar berita hoax, memfitnah dan lain sebagainya sering kali kembali terulang setelah rampungnya Ramadhan baik di dunia maya maupun nyata.

Ya, ketakwaaan yang dibangun sebulan penuh, di hari pertama bulan Syawal yang semestinya makin meningkat kuat dan kokoh justru menjadi rapuh karena satu hal; makanan dan kekenyangan. Dan bila terbukanya pintu setan ini tak disadari sejak dini hingga efeknya terus berlanjut tak terhenti, bukan mustahil bila bangunan takwa selama Ramadhan tak hanya rapuh tapi pada akhirnya akan roboh.

Dalam keadaan demikian kemenangan beralih ke tangan setan. Kerja seharinya di awal bulan Syawal berbuah kekalahan umat manusia bertahun dan berabad lamanya. Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, sebagaimana dikuti Al-Ghzali dalam Minhajul ‘Abidin , menuturkan; setan telah selesai bekerja sementara engkau masih sibuk dengan hasil kerjanya. Setan selalu melihatmu, sementara engkau tak melihatnya. Engkau melupakannya, sementara ia tak pernah melupakanmu. Dari nafsumu setan memiliki pembantu-pembantu untuk mengalahkan dirimu.
Selamat berhari raya, semoga ketakwaan terus terjaga. Mabruk lakum, insya Allah.
Wallahu a’lam . (Yazid Muttaqin)